Senin, September 28, 2009

Jak-Japan Matsuri : Awal Oktober 2009

Jak-Japan Matsuri 2009
Japan Festival in Jakarta

Festival budaya ini diselenggarakan oleh "Nihon no Matsuri Executive Committee" bersama Pemda DKI Jakarta Raya, Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, dan didukung oleh "Jakarta Japan Club" serta suratkabar "Jakarta Shimbun"/

Festival dibuka pada tgl. 3 Oktober 2009 dengan pameran informasi tentang studi di Jepang bagi mahasiswa Indonesia, tempatnya di JCC.
Festival ini mencakup pertandingan olahraga, pertunjukan seni budaya (tambur Jepang, teater, dll.), seminar, dan ceramah. untuk informasi lengkap silakan kunjungi website


http://www.id.emb-japan.go.jp/matsuri2009/jakjapan2009.html.html




Selasa, Juli 28, 2009

Bintang Jasa dari Kaisar Jepang untuk 3 Warga Indonesia

Pada tgl. 29 April 2009 telah dikeluarkan pengumuman tentang keputusan penganugerahan Bintang Jasa dari Kaisar Jepang untuk 3 orang Indonesia, yaitu :
- Bapak Umar Hartono (Bintang "The Order of the Rising Sun Silver Rays"
(Bapak Hartono adalah tokoh dari Yayasan Warga Persahabatan)
- Ibu Santy Chr. Soenarno (Bintang "The Order of Sacred Treasure, Gold and Silver Rays"
- Ibu Yulia Zulkarnina (Bintang "The Order of Sacred Treasure, Gold and Silver Rays"

atas jasa-jasa terhadap peningkatan persahabatan antara Jepang dan Indonesia.

Penyematan Bintang kepada Bapak Umar Hartono telah berlangsung pada Juni 2009.
Kedua penerima (Ibu Santy dan Ibu Yulia) adalah mantan staf Indonesia di Kedutaan Besar Jepang di Jakarta (catatan : Ibu Santy adalah penulis blog ini). Upacara penyematan Bintang untuk keduanya berlangsung pada tgl. 3 Juli 2009 bertempat di kediaman Dubes Jepang Y.M. Bapak Kojiro Shiojiri. Sejauh diketahui, baru kali inilah staf pada Kedutaan Besar Jepang di Indonesia mendapat kehormatan demikian.

3 GADIS DUTA BUDAYA JEPANG 'KAWAII'

Kawaii, adalah istilah dalam bahasa Jepang yang artinya 'cute' dalam bahasa Inggris, atau 'lucu mungil menggemaskan' kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.  Nah rupanya Kementerian Luar Negeri Jepang tengah giat meningkatkan diplomasi budaya melalui budaya pop Jepang yang kini sedang menggoncang dunia.  Telah ditunjuk tiga orang muda sebagai Duta Budaya 'Kawaii', yaitu Misako Aoki, Yu Kimura dan Shizuoka Fujioka.  Ketiganya adalha tiga orang gadis remaja yang bergaya gaul banget.
Ya, kini budaya pop telah menjadi sarana diplomasi karena Perdana Menteri Taro Aso adalah penggemar budaya pop, terutama manga (kartun Jepang).

Kamis, Maret 05, 2009

Majalah Aneka Jepang

Sekedar info !
Anda sekalian yang berminat menambah pengetahuan tentang Jepang dan hubungan Indonesia dengan Jepang, silakan membaca majalah Aneka Jepang terbitan Kedutaan Besar Jepang. Tersedia gratis ! Alamat Kedutaan Besar Jepang : Jl. MH Thamrin no. 24 Jakarta Pusat

Selasa, Januari 27, 2009

Yukata, apa bedanya dengan Kimono ?

Serba-serbi Yukata
- Apa beda dengan kimono ?

Adalah kebiasaan di Jepang bahwa waktu bersantai-santai di musim panas, orang lebih suka mengenakan yukata daripada pakaian biasa. Orang yang mengenakan yukata biasanya membawa kipas lipat untuk mengusir udara panas. Yukata adalah kimono ringan, berbahan katun, tanpa lapisan. Pada dasarnya yukata berwarna putih dengan corak gambar bunga-bunga berwarna biru. Ada yukata untuk wanita, dan ada pula yang untuk pria. Pakaian tradisional ini mulai digandrungi lagi mulai tahun-tahun 1990-an seiring dengan kegandrungan akan segala sesuatu yang tradisional. Harga sehelai yukata berkisar 30.000 Yen (atau kira-kira US$ 216), sedangkan obi sekitar 10.000 Yen (kira-kira US$ 87). Tidak murah, tapi jauh lebih murah daripada sehelai kimono dan obi-nya. Ada pula yukata yang dijual lengkap dengan kipas lipat, dompet kecil, dan asesoris kecil lainnya; yukata ini disukai wanita muda yang karyawan yang ingin segala sesuatu yang serba praktis.

Mengenakan yukata memerlukan ketrampilan tersendiri, berbeda dengan cara mengenakan pakaian barat sehari-hari, walaupun tidak serumit cara mengenakan kimono sutera. Biasanya yukata lebih panjang daripada tinggi badan pemakai, sehingga harus dilipat di bagian pinggang dan kemudian ditutupi dengan obi (mirip stagen untuk sarung batik) yang dipakai untuk melilit pinggang, dan membentuk simpul seperti pita besar di punggung. Pemakai yukata tidak boleh mengenakan sepatu, karena alas kaki yang dikenakan adalah geta (sandal kayu), tanpa kaos kaki. Untuk mengatasi berbagai kerepotan ini, kini sudah ada obi praktis yang mudah dikenakan.

Pada tahun-tahun belakangan ini, disukai yukata dengan warna-warna pastel yang bercorak kecil mungil, namun sejak tahun yang lalu yang menonjol justru yukata berwarna putih hitam, atau putih biru, dengan corak gambar besar seperti bunga, kembang api, ikan mas, dsb. Corak bunganya pun bervariasi, termasuk corak bunga-bunga Eropa.

Yukata dikenakan oleh pria dan wanita segala usia, termasuk para remaja wanita yang suka memodifikasi atau menambah asesori pada yukata, misalnya menambah renda, memasang korsase bunga, dll. atau mengenakan yukata berwarna mencolok. Selain yukata yang ‘biasa-biasa’ saja, ada pula yukata bermerk bergengsi, dengan harga yang lebih mahal, dan coraknya khas menarik, misalnya dengan motif anggrek, naga, dsb.

Ada pertanyaan, kalau yukata adalah kimono ringan yang dipakai untuk acara santai, terutama di musim panas, lalu kapan orang Jepang mengenaikan kimono sutera ?
Ya, kimono sutera (untuk wanita saja) yang indah dikenakan pada kesempatan-kesempatan penting saja, seperti pada hari tahun baru, upacara hari dewasa (ketika remaja memasuki usia 20 tahun), menghadiri upacara pernikahan (pengantin wanita sendiri justru hanya boleh mengenakan kimono pengantin yang putih polos dan berlapir-lapis), upacara anak-anak Shichi-go-san (memasuki usia 3-5-7), dll. Kimono sutera memang bukan pakaian sehari-hari karena cukup repot untuk mengenakannya, menyimpannya pun harus hati-hati, dan harganya mahal sekali. Pakaian tradisional untuk pria adalah stelan kimono yang ditutupi dengan semacam jaket (haori) yang dikenakan dengan celana lebar berlepit-lepit (hakama). Akan tetapi, sekali pun dalam acara-acara resmi, kaum pria Jepang di zaman modern ini lebih suka mengenakan stelan jas berwarna gelap. Dewasa ini jarang sekali terlihat pria yang mengenakan pakaian tradisional ini, kecuali dalam acara-acara yang bersifat kebudayaan.




Senin, September 08, 2008

SHOGUN, SAMURAI, BUSHIDO

Shogun, Samurai, Bushido
Pengaruhnya masih ada di Jepang Dewasa Ini


Secara umum orang non-Jepang mungkin pernah dengar istilah shogun, tapi tak banyak yang tahu apa yang dimaksudkan dengan istilah tersebut. Orang membayangkan shogun seperti yang diihat di film-film atau seperti yang dikisahkan dalam berbagai buku. Shogun adalah jenderal besar, yang memegang kendali terhadap golongan pendekar perang dan prajurit (kaum samurai)

Di Jepang masa lampau sering terjadi perselisihan antara berbagai kelompok samurai (pendekar perang, prajurit), hingga pada tahun 1185 ketika Kaisar mengangkat Minomoto Yoritomo, komandan kelompok yang menang, sebagai komandan militer tertinggi di Jepang yang berkedudukan di sebuah desa tepi laut : Kamakura. Maka muncullah keshogunan Kamakura. Sejak itulah sebenarnya ada dua pusat pemerintahan, yaitu pemerintahan sipil di bawah Kaisar dengan kedudukan di kota Kyoto, dan pemerintahan militer yang berpijak pada kekuasaan shogun yang berkedudukan di Kamakura. Lambat-laut pemerintah sipil di bawah kaisar makin melemah dan pemerintahan shogun makin kuat.

Demikianlah keshogunan pertama dimulai pada tahun 1185 di Kamakura dengan shogun pertama Minamoto Yoritomo, dan berakhir pada tahun 1336 ketika Ashikaga Takauji menaklukkan shogun dari wangsa Minamoto. Ashikaga memindahkan pusat kekuasaan militernya ke Kyoto, dan mulainya keshogunan Ashikaga (1336-1568).

Kebudayaan berkembang marak dalam masa keshogunan Ashikaga kaena para samurai anak buahnya yang feudal-militer dapat bergaul dengan kaum sipil budaya dari kalangan istana kekaisaran di Kyoto. Kebudayaan Zen menjadi unsur pokok dalam era tsb., dan mendorong terciptanya berbagai seni-bduaya khas Jepang seperti karya sastra, taman Jepang, seni merangkai bunga, upacara minum the, arsitektur bangunan kuil, dll.

Sayang, kemudian terjadi lagi konflik antar berbagai kelompok samurai untuk memperebutkan tanah dan kekuasaan.

Sejumlah daimyo atau kepala kelompok-kelompok samurai di daerah saling bentrok, bahkan sampai ingin menguasai Jepang. Maka muncullah seorang jenderal, Tokugawa Ieyasu, yang memenangkan pertarungan untuk menguasai seluruh Jepang. Dia kemudian diangkat sebagai shogun oleh Kaisar, dan mendirikan pemerintahan militernya di Yedo (Edo, yang kemudian menjadi Tokyo). Keshogunan Tokugawa dimulai pada tahun 1603 dan berakhir pada tahun 1867. Satu per satu para shogun dari wangsa Tokugawa tidak serta merta dengan mudah dapat memperluas kekuasaan karena harus menaklukkan sejumlah kelompok yang tetap tidak mau tunduk, terutama kelompok Satsuma dan Choshu. Cucu Tokugawa Ieyasu, yaitu shogun Tokugawa Iemitsu pada tahun 1639 mengeluarkan perintah pengasingan diri negeri Jepang terhadap dunia luar. Jepang menjadi tertutup, orang Jepang dilarang keluar Jepang dan orang-orang dari negara-negara lain dilarang memasuki Jepang. Namun demikian, ada kekecualian, yaitu di pulau Dejima pada mulanya orang-orang Portugis diizinkan tinggal, tapi kemudian mereka tidak diperbolehkan lagi, dan orang-orang Belanda yang mendapat izin untuk tinggal di pulau ini. Pulau ini adalah pulau buatan di lepas Nagasaki.

Selama masa kekuasaan keshogunan Tokugawa, shogun yang satu berganti dengan shogun lainnya meski tetap dari wangsa Tokugawa, berlaku aturan sosial yang ketat demi tercapainya stabilitas sosial. Segala hal harus berdasarkan aturan dan nilai yang ditentukan. Masyarakat dibagi atas beberapa kelas sosial yaitu, paling atas adalah Kaisar dan para bangsawan istanas; kemudian kelas samurai yang berkuasa, yang pemimpin tertingginya adalah shogun. Nah di bawah itu barulah berbagai kelas masyarakat, yaitu petani penghasil beras, pengrajin, tukang, nelayan dan dibawahnya adalah para saudagar. Kelas terbawah adalah para penghibur, pengolah kulit, penemis dan algojo. Mobilitas sosial tidak dianjurkan karena setiap orang harus tetap di tempatnya dan diharapkan berada di situ untuk selamanya. Para samurai harus patuh dan setia habis-habisan pada atasannya, para komandan kelompok, yaitu para daimyo yang memerintah di daerha-daerah. Dan pada giliran rakyat pun wajib patuh pada kaum pendekar perang tersebut.

Keterasingan Jepang berakhir setelah datangnya satu skuadron kapal Amerika di bawah pimpinan Komodor Matthew Perry pada tahun 1853 yang mendarat di teluk Edo (Tokyo) dan datang lagi setahun kemudian. Setelah kedatangannya, Jepang mulai terbuka kembali secara terbatas bagi dunia luar, dan terutama bagi Amerika.

Pada tahun 1868 shogun ke-5 dari wangsa (keluarga/keturunan) Tokugawa, yaitu Tokugawa Yoshinobu, trgeser dari posisinya dan terpaksa mengembalikan kekuasaan kepada Kaisar, yaitu Kaisar Meiji (1868-1912). Kaisar segera memindahkan kedudukannya dari Kyoto ke Edo (Tokyo), dan mengganti atau menghapus banyak peraturan yang dibuat oleh para shogun. Tamatlah kekuasaan shogun serta kaum samurai dan para komandannya, para daimyo.


Bushido
Semangat bushido sebenarnya sudah ada sejak timbullah kaum samurai, namun baru pada masa Edo (1600-1868) istilah bushido agaknya resmi dipakai sebagai kode etik kaum samurai. Bushido mencakup semangat perang dan ketrampilan menggunakan senjata (pedang), dan juga tata-krama bersikap, yaitu setia penuh kepada atasan, menjaga kehormatan diri (tidak melakukan hal-hal buruk), mengabdi pada tugas, punya keberanian hebat, bertanggung-jawab. (Mengenai semangat bushido, ada buku karya Nitobe Inazou yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, “The Soul of Japan”).

Semangat yang telah menjiwai para pendekar selama beberapa abad itu, sebenarnya hingga ini masih terus hidup, namun bukan lagi semangat untuk berperang atau mengabdi kepada komandan. Semangat bushido yang telah menghidupkan dan mengembangkan ekonomi dan industri Jepang adalah semangat berdisiplin tinggi, bekerja keras, bertanggung-jawab dan punya rasa malu bila melakukan perbuatan yang merugikan. Semangat bushido masih hidup, walaupun di Jepang modern sekarang ini sudah tidak ada lagi kaum samurai.

Sabtu, Juli 26, 2008

Tanabata - Festival Bintang di JEPANG - CINTA ABADI

Tanabata JEPANG
- Dijuluki sebagai festival bintang

Bulan Juli dan Agustus di musim panas merupakan bulan yang ‘ramai’, karena selama dua bulan itu berlangsung beraneka macam festival musim panas, antara lain festival kembang-api (hanabi), festival tanabata yang akan dibicarakan berikut ini, festival obon (menyambut dan ‘mengantar pulang’ arwah keluarga ke rumah dan dari rumah), festival Gion (khusus di Kyoto), dll.

Festival Tanabata merupakan salah satu festival yang menarik di musim panas. Berlangsung pada prinsipnya pada tgl. 7 Juli, sekali setahun pada hari ke-7 bulan ke-7. Konon hanya pada malam itu, menurut legenda yang berasal dari China yang dibaur dengan dongeng dan kebiasaan setempat, bintang Altair dan bintang Vega, keduanya sepasang kekasih yang terpisah oleh gugusan bintang Bimasakti, diperbolehkan bertemu. Sebenarnya mereka berdua yang sedang jatuh cinta kena hukuman para dewa karena sang bintang Altair melalaikan tugasnya melakukan pekerjaannya menenun. Satu-satunya kesempatan mereka boleh bertemu adalah pada malam tgl. 7 Juli.

Pada kesempatan perayaan ini, orang-orang dari berbagai lapisan, tua dan muda, menuliskan keinginan dan impiannya pada secarik kertas berwarna, dan kemudian menggantungkan carik-carik kertas itu pada rumpun pohon bambu yang sudah diberi hiasan warna-warni. Rumpun pohon bambu demikian biasanya diletakkan di depan, atau di samping rumah maupun kantor, dll. Semua berharap semua permintaan demikian terkabulkan pada kesempatan baik ini.

Kemeriahan festival ini terasa benar di kota Sendai dan kota Hiratsuka berkat hiasan-hiasan besar di sepanjang jalan pertokoan.

Ada pula daerah-daerah tertentu di Jepang yang merayakan festival Tanabata pada tgl. 7 Agustus yang dianggap lebih dekat dengan hari ke-7 bulan ke-7 berdasarkan sistem kalender kuno. Dan mereka menghubungkan festival ini dengan festival obon (festival menyambut arwah) pada pertengahan bulan Agustus. Pada kesempatan festival ini, sejumlah tempat, terutama daerah perbelanjaan, memasangkan jumbai panjang dan tinggi hiasan berwarna-warni dengan berbagai variasinya sehingga suasana terasa meriah dan menyenangkan, terutama bagi para pasangan muda.